Minggu, 28 Maret 2010

Bagaimana Seharusnya Sikap Setelah Berhaji

Pepatah lama mengatakan bahwa memetik setangkai bunga itu memang mudah, tetapi merawat bunga itu sungguh suatu pekerjaan yang cukup sulit, tidak hanya berdasar atas satu faktor pendukung saja, namun dibalik itu diperlukannya sarana pendukung yang dapat menyegarkan keutuhan bunga yang dipetiknya itu.

Beribadah haji tidaklah semudah memetik bunga dan tidak sesulit memelihara kesegaran bunga yang segar itu. Haji tidak hanya merupakan salah satu "The Great Of Pray", tetapi haji juga merupakan ibadah yang banyak memerlukan perjuangan dan pengorbanan, baik materi, pikiran, tenaga, kesabaran dan segalanya, yang tidak cukup untuk dirangkai dalam bentuk percikan kata-kata.

Timbul suatu pertanyaan dalam hati kita, " Mampukah kita mempertahankan kelestarian nilai mabrur yang kita selalu dambakan". Kalau kita amati sejenak, haji bukanlah ibadah ringan, maka pantaslah jika Rasulullah SAW telah memberikan suatu garansi mutlak bahwa "Tidak ada alasan bagi orang yang memperoleh haji mabrur, kecuali sorga sebagai tempat pembalasan yang patut dan terlayak baginya". Dengan demikian, nilai materi, tenaga, pikiran dan sebagaiannya yang kita anggap berharga selama ini, disisi yang Maha Pencipta, semuanya tak mempunyai nilai yang agung dan besar, sebagaimana yang kita bayangkan selama ini.

Dengan demikian kita dapat diartikan bahwa ibadah haji yang baru saja kita laksanakan mempuunyai nilai yang tidak dapat dikalkulasikan dengan berbagai cara, bila haji yang kita jalankan itu merupakan haji mabrur. Ibadah haji yang kita upayakan ini, bukanlah hanya sekedar nama dan sorban putih yang berada di atas kepala saja, tetapi bagaimana penerapan ibadah haji itu dapat dirasakan bagi kepentingan pribadi, bangsa dan juga terhadap kepentingan hidup bernegara.

Memang idealisme semacam ini sulit untuk diupayakan, namun apakah kesulitan tersebut tidak dapat ditembus secara bertahap. Yang terpenting setelah kita melaksanakan ibadah haji ini, agar kita selalu berkaca diri atas sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan buruk sebelum ibadah haji itu bersemayam pada diri kita. Maka dengan berkaca diri atas tingkah laku sebelum dan setelah berhaji diharapkan agar kita hendaknya dapat mengkikis total sikap dan perbuatan buruk, baik yang menyangkut 'personal life' maupun 'social affairs'.

Sumber: Buku Labbaik, Terbitan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia di Arab Saudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar